Minggu, 16 Oktober 2011

Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Pendek Dengan Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Pada Siswa Kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012


PROPOSAL PENELITIAN
Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Pendek
Dengan Pengembangan Kecerdasan Interpersonal
Pada Siswa Kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake
Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep
Tahun Pelajaran 2011/2012


A.  Latar Belakang Masalah
Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan  pendidikan nasional. Mutu pendidikan yang tinggi menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penyerapan hak  asasi manusia, kehidupan demokratis, globalisasi, dan otonomi daerah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran. Pemberdayaan sekolah dan satauan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntunan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisisen, dan pemerataan pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntunan, dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya kurikulum (Usman, 2003:25).
Untuk itulah, tujuan pembelajaran disajikan dalam komponen kebahasaan, komponen pemahaman, dan komponen penggunaan secara terpadu.  Pembelajaran menulis pada siswa MTs yang dilaksanakan selama ini kurang produktif. Guru pada umumnya  menerangkan hal-hal yang berkenaan dengan teori menulis. Sementara pelatihan menulis yang sebenarnya jarang dibahas atau disampaikan, seperti penggunaan tanda baca dalam menulis, memadukan kalimat, menyatukan paragraf yang baik, kurang mendapat perhatian. Padahal tujuan pembelajaran bahasa  Indonesia di MTs adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan  bahasa yang meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemahiran bahasa merupakan proses belajar bahasa yang pada  umumnya melalui hubungan yang teratur (Depdiknas, 1994:1)
Keberhasilan belajar mengajar bergantung pada faktor-faktor pendukung terjadinya pembelajaran yang efisien. Beberapa faktor mengajar yang perlu diperhatikan supaya proses belajar berlangsung baik  adalah kesempatan untuk belajar, pengetahuan  awal siswa, refleksi, motivasi, dan suasana yang mendukung. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, diharapkan dapat tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan siswa melakukan aktivitas secara optimal untuk mencapai tujuan keterampilan berbahasa  yang terdiri atas empat keterampilan yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Dari keempat aspek yang dilatihkan siswa, menulis merupakan keterampilan yang harus mendapat perhatian secara sungguh-sungguh. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis masih rendah. Padahal kemampuan ini sangat penting. Menulis juga merupakan kemampuan puncak berbahasa seseorang, yang meliputi keterampilan memilih kosa kata, menggunakan struktur kalimat, menerapkan ejaan maupun tanda baca, dan menulis teks cerita.
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara  tidak langsung atau tanpa tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis tidak akan dimiliki seseorang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik secara terus-menerus. Dengan menulis secara terus-menerus dan latihan yang sungguh-sungguh, keterampilan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja. Keterampilan itu juga bukanlah suatu keterampilan yang sederhana, melainkan menuntut sejumlah kemampuan. Betapapun sederhananya tulisan yang dibuat, penulis tetap dituntut memenuhi persyaratan seperti yang dituntut apabila menulis tulisan yang rumit.
Dalam proses belajar mengajar, pendidik setidaknya harus memperhatikan kecenderungan kecerdasan potensial masing-masing peserta didik. Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan logis-matematis pasti akan memiliki gaya belajar (learning style) yang berbeda dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan linguistik, bahkan dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan ragawi-kinestetis. Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan ragawi-kinestetis akan merasa lega jika diberikan kesempatan untuk terjun ke lapangan olahraga atau ke tempat latihan tari-menari. Demikian juga dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan yang lainnya. Pada prinsipnya, ada tiga gaya mengajar yang paling umum dapat diamati oleh pendidik. Pertama, gaya visual (visual learning), yakni gaya belajar yang lebih suka menggunakan gambar-gambar, bahan bacaan yang dapat dilihat. Kedua, tipe audio, yang lebih suka mendengarkan, misalnya mendengarkan ceramah atau penjelasan dari gurunya, atau mendengarkan bahan audio seperti radio kaset, dan sebagainya. Ketiga, tipa taktil, yang lebih suka menggunakan tangan dan badannya. Peserta didik tipe taktil akan tidak suka diminta duduk manis untuk mendengarkan ceramah guru seperti yang disukai oleh peserta didik yang memiliki gaya audio. Peserta didik gaya taktil akan senang untuk diminta untuk mengerjakan pekerjaan tangan atau mengotak-atik mesin perkakas. Demikianlah keragaman potensi kecerdasan ganda dan gaya belajar peserta didik yang harus medapatkan perhatian pendidik secara seimbang, tidak pilih kasih, tidak diskriminatif (Mulyasa, 2008:161). 
Kekompleksitasan menulis terletak pada tuntutan kemampuan menyelaraskan beberapa aspek, yaitu kemampuan menuangkan ide, gagasan, pendapat yang diramu dengan aturan yang ada, serta keinginan pembaca. Seorang penulis perlu memiliki kemampuan mengungkapkan sesuatu dari tahap prapenulisan sampai dengan perevisian, karena menulis selain  untuk membaca tulisan seseorang kalau tulisan itu dikemas sesuai dengan  keadaan pembacanya. Dengan demikian, mau tidak mau penulis harus memiliki nalar, menghubung-hubungkan, serta membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia MTs Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep kelas VII saat ini kondisi kemampuan menulis cerita  siswa kelas tersebut rendah. Adapun rendahnya kemampuan tersebut disebabkan kurang mampu menemukan siapa yang menjadi bahan cerita pendek, apa tujuannya, kapan peristiwa itu terjadi, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana jalannya Cerita  itu, dalam sebuah teks cerita dan belum dapat menerapkan unsur-unsur tersebut dalam menulis cerita pendek. Sedangkan hasil wawancara dengan siswa kelas VII Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep tahun pelajaran 2011/2012 diperoleh data sebagai berikut. Sebanyak 20 dari 26 siswa menyukai mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Siswa yang menyatakan bahwa menulis cerita  tidak mudah sebanyak 20, sedangkan yang menyatakan bahwa menulis mudah sebanyak 6 siswa. Di  samping itu, berdasarkan wawancara dengan siswa, pada umumnya mereka tidak termotivasi untuk menulis cerita  sebab setiap menulis teks cerita mereka jarang memperoleh nilai tinggi. Dengan demikian, keterampilan menulis cerita  siswa kelas VII Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep perlu ditingkatkan.
Dengan kenyataan di atas, peneliti berkeinginan untuk mengadakan penelitian ini dengan judul : “Peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012”


B.  Perumusan Masalah
1.   Rumusan Masalah Umum
Secara umum rumusan masalah dalam rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut; Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012?
2.   Rumusan Masalah Khusus
Dari uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut;
a.   Bagaimanakah perencanaan peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012?
b.   Bagaimanakah pelaksanaan peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012?
c.   Bagaimanakah hasil peningkatan kemampuan menulis cerita  pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012 ?
C.  Tujuan Penelitian
1.   Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penyusunan rancangan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.
2.   Tujuan Khusus
Lebih jauh penyusunan rancangan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang lebih mendalam dan lebih valid tentang :
a.   Perencanaan peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.
b.   Pelaksanaan peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.
c.   Hasil peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.

D.  Manfaat Penelitian
1.   Manfaat Teoretis
Penelitian ini dirasa sangat penting untuk dilakukan karena hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat yang antara lain adalah :
a.   Dapat membantu siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012 untuk meningkatkan kemampuan menulis cerita  pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal siswa.
b.   Bagi pendidik atau sekolah yang bersangkutan akan mem-peroleh umpan balik yang nyata dan sangat berguna bagi dan untuk  (di) evaluasi demi keberhasilan pada masa yang akan datang.
c.   Bagi penulis akan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang pernah diperoleh di bangku kulah.
2.   Manfaat Praktis
Secara praktis penilitian ini akan bermanfaat :
a.   Dari penelitian ini penulis merasa mempunyai kewajiban untuk memberikan sumbangan pemikiran dan pengabdian kepada pendidikan khusunya di MTs. Miftahul Ulum Aengdake Keca-matan Bluto Kabupaten Sumenep.
b.   MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep merupakan salah satu lembaga yang dapat dijangkau oleh penulis dengan mempertimbangkan waktu, tenaga dan biaya.

E.  Tinjauan Empirik
Cerita pendek (short story) adalah jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita tentang manusia dan seluk beluknya lewat tulisan pendek.  Sumber penulisan cerpen terdiri dari :
1.   Pengalaman hidup (pribadi atau orang lain)
2.   Pengetahuan
3.   Imajinasi
4.   Sumber lainnya
Dalam penulisan cerpen permasalahan yang diangkat hanya ada satu. Tema dan konflik pelaku jangan kebanyakan, sehingga hasil cerpen lebih kuat. Ada beberapa cara untuk mengawali sebuah cerpen, di antaranya:
1.   Memulai dengan suasana ruang/alam, contoh hal tersebut adalah :
Tempat itu cukup jauh dari keramaian. Jalanan menuju ke tempat itu semakin lama semakin menyempit dan buruk. Di kiri kanan jalan penuh dengan hutan. Suara-suara binatang menegakkan bulu roma….
2.   Memulai dengan situasi waktu, contoh :
Belum terlalu larut, tapi suasana sepi seakan mencekik malam. Dua orang petugas bar kelihatan mengantuk. Toko sudah sepi sejak tadi. Gerimis membuat orang malas untuk keluar rumah…
3.   Memulai dengan dialog, sebagaimana contoh berikut :
“Parmin… Parmin… Aduh kemana pembantu geblek ini. Nah… Ginah…. Aduh, sama saja. Brengsek….” (Si Padang, karya Harris Effendi Thahar)
4.   Memulai dengan melukiskan fisik tokoh, contoh :
Laki-laki itu belum terlalu tua, tapi terlihat seperti sudah berusia 80-an. Rambutnya sudah memutih. Tulang pipinya bertonjolan. Kalau berjalan badannya setengah membungkuk, tertatih….
5.   Memulai dengan model surat:
Alina tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja – dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap? Seperti setiap senja…



F.   Denifisi Operasional
Untuk menghindari salah tafsir dan salah persepsi terhadap pokok-pokok permasalahan yang terdapat dalam judul penelitian ini, perlu kiranya peneliti menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul peneltian ini antara lain:
  1. Menulis cerita  pendek adalah salah satu keterampilan berbahasa dalam menulis cerita yang dilandasi dengan pengetahuan kebahasaan, baik tentang kaidah-kaidah maupun laras-larasnya dan menulis juga merupakan suatu proses yang tidak mungkin datang adanya latihan (Sujanto, 2008:56).
  2. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain (Mulyasa, 2008:19).

G.  Kajian Pustaka
1.   Pengertian Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung  tidak tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis harus  terampil memanfaatkan  grafologi,  struktur    kata, dan kosa kata.  Keterampilan  menulis  tidak akan   datang secara  otomatis,  melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan  teratur (Tarigan, 2006:3-4).
Sujanto (2008:56) mengungkapkan bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dilandasi dengan pengetahuan kebahasaan, baik tentang kaidah-kaidah maupun laras-larasnya dan menulis juga merupakan suatu proses yang tidak mungkin datang adanya latihan. Menurut Lado dalam Ahmadi (2007:143), menulis adalah meletakkan atau mengatur simbol-simbol grafis yang menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol grafis itu, sebagai penyajian satuan-satuan ekspresi bahasa.
Menurut Akhadiah (2007:3) menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam tulisan. Tulisan merupakan sebuah sistem komunikasi antar manusia yang menggunakan simbol atau lambang bahasa yang sudah disepakati pemakaiannya. Komunikasi tertulis terdapat empat unsur yang terlibat di dalamnya, yaitu (1) penulis sebagai suatu pesan, (2) pesan atau isi tulisan, (3) saluran atau medium tulisan, (4) pembaca sebagai penerima pesan.
Dari berbagai pendapat di atas  dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain dengan medium bahasa yang telah disepakati  bersama dan tidak  secara tatap muka. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif, maka keterampilan ini harus selalu dilatihkan dan disertai dengan praktek yang teratur.

2.   Tujuan Menulis
Hartig dalam Tarigan (2006:24-25) mengungkapkan bahwa tujuan menulis adalah (1) assignment purpose (tujuan penugasan) yaitu penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan karena kemauan sendiri; (2) altruistic purpose (tujuan altruistic) yaitu penulis bertujuan untuk menyenangkan pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca  lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu; (3) persuasive purpose (tujuan persuasif) yaitu tulisan yang bertujuan untuk menyakinkan para pembaca dan kebenaran gagasan yang diutarakan; (4)  informational  purpose  (tujuan informasional, tujuan penerangan) yaitu tulisan yang bertujuan untuk memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca; (5)  self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri) yaitu tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sebagai sang pengarang kepada para pembaca; (6) creative purpose (tujuan kreatif)  yaitu tulisan yang bertujuan untuk mencapai nilai-nilai artistic dan nilai-nilai kesenian; (7)  problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah) yaitu tulisan yang bertujuan untuk mencerminkan atau menjelajahi pikiran-pikiran agar dapat dimengerti oleh pengarang.
Menurut Sujanto (2008:68) tujuan menulis adalah memproyeksikan sesuatu mengenai diri seseorang. Tulisan mengandung nada yang serasi dengan maksud dan tujuannya. Menulis  tidak mengharuskan memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok dan serasi, tetapi harus menentukan siapa yang akan membaca tulisan tersebut.
Sementara Semi (2000:19) berpendapat bahwa tujuan menulis adalah: (1) memberikan arahan, yakni memberikan petunjuk kepada orang lain dalam mengerjakan sesuatu; (2) menjelaskan sesuatu, yakni memberikan uraian atau penjelasan tentang sesuatu hal yang diketahui oleh  orang lain; (3) mencerita-kan kejadian, yaitu memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung di suatu tempat pada  suatu waktu; (4) meringkaskan, yaitu membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi singkat; (5) meyakinkan, yaitu tulisan yang berusaha meyakinkan orang lain agar setuju atau sependapat dengannya.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah untuk mengekspresikan perasaan, memberi informasi, mempengaruhi pembaca, meyakinkan, dan memberi hiburan. Tujuan menulis juga dapat memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menCerita kan kejadian, memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung di suatu tempat pada suatu waktu, meringkas atau membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi lebih singkat.

3.   Manfaat Menulis
Menulis merupakan sesuatu yang kompleks. Kekompleksitasan menulis terletak pada tuntutan kemampuan menyelaraskan beberapa aspek, yaitu kemampuan menuangkan ide, gagasan, pendapat yang diramu dengan aturan yang ada, serta keinginan pembaca. Seorang penulis perlu memiliki kemampuan mengungkapkan sesuatu dari tahap prapenulisan sampai dengan perevisian, karena menulis selain  untuk membaca tulisan seseorang kalau tulisan itu dikemas sesuai dengan  keadaan pembacanya. Dengan demikian, mau tidak mau penulis harus memiliki nalar, menghubung-hubungkan, serta membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.
Seorang penulis dalam menulis harus memiliki keterampilan menyerap, mencari, dan menguasai informasi yang berhubungan dengan topik tulisan sehingga dengan wawasan itu  pembaca menjadi ketagihan membaca tulisannya karena pembaca merasa puas. Hal-hal itulah yang menyebabkan kegiatan menulis merupakan sesuatu yang sangat sulit sehingga orang/siswa kurang berminat untuk dapat menulis dengan baik dan benar.
Akhadiah (2007:4-5) banyak manfaat yang didapat dari kegiatan menulis bagi penulis  itu sendiri yang diantaranya adalah (1) penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya; (2) penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan; (3) penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguaasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis; (4) penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat; (5) penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara objektif; (6) dengan menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret; (7) dengan  menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif; dan (8) dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.
Akhadiah (2007:14) mengemukakan bahwa manfaat menulis adalah (1) menulis menyumbang kecerdasan; (2) menulis mengembangkan daya inisiatif dan kreatif; (3) menulis menumbuhkan keberanian; dan (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. 
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat menulis adalah dapat membantu untuk mengungkapkan kemampuan menulis, mengembangkan daya imajinatif dan kreatif, dan menulis sangat membantu penulis menjadi terbiasa berpikir sistematis serta berbahasa secara tertib dan teratur.

4.   Hakikat Cerita Pendek
Hakekat cerita pendek tidak bisa ditemukan dengan sebuah definisi, akan tetapi dengan perbandingan-perbandingan orang lebih mudah memahami sebuah hakekat cerita pandek. Hanya dengan melihat fisiknya dan bentuknya yang pendek saja orang tidak bias menetapkan bahwa itu sebuah cerpen.
Menurut Djuroto (2003:9) sebagian orang mengatakan cerita pendek adalah cerita yang selesai dibaca 10 menit hingga setengah jam, atau sekali duduk di kereta api, atau terdiri dari kurang lebih 5000 kata, bahkan ada juga yang mendefinisikan hingga 30.000 kata. Sebagian orang lagi mengatakan cerpen adalah cerita yang berbentuk naratif. Jadi cerpen bukan argumentasi atau analisa atau deskripsi. Akan tetapi bentuk naratif yang pendek saja belum tentu cerpen. Bias jadi hanya sebuah prosa, cerita fable, bahkan berita, sketsa,dan kisah perjalanan juga berbentuk naratif. Di dalamnya ada penuturan yang berurutan dan hidup, dan berdasarkan hal yang benar-benar ada. Sedangkan cerpen tidak bergantung sama sekali pada aktualitasnya. Cerpen adalah fiksi yangberarti ciptaan ata rekaan. Meskipun demikian sebuah cerpen harus berdasarkan realita. Yang berarti dapat terjadi seperti itu bukan terjadi seperti itu.
Cerpen di Indonesia biasanya berkisar 4-5 halaman dengan spasi rangkap. Hal itu dikarenakan majalah-majlah atau media di Indonesia yang menyediakan tempat atau ruang sedemikian rupa. Berbeda dengan cerpen-cerpen di barat yang cenderung sangat panjang. Cerpen ‘kecubung Pengasihan’ punya Danarto dan ‘Bawuk’ karya Umar Kayam, merupakan cerpen-cerpen yang panjangnya rata-rata serupa dengan cerpen-cerpen barat (Djuroto, 2003:13).
Orang membaca cerpen bukan sekedar menghayati lamunan-lamunan atau khayalan-khayalan penulisnya. Karena cerpen dibaca sepanjang masa. Dalamsebuah cerpen menunjukkan pengalaman subyektif. Dalam membaca sebuah cerpen atau novel, kita seakan ikut terjun dalam tokoh-tokohnya, merasakan, mengalami pengalaman-pengalamannya,perbuatan-perbuatannya, pikirannya, dan juga keputusannya. Sifat fiktif naratif ini menuntuk danya suatu kejadian dalam cerpen. Penceritaan suatu kejadian dalam sebuah cerpen harus bersifat ekonomis. Dalam sebuah cerpen hanya didbutuhkan dua atau tiga tokoh yang penting saja. Konflik hanya satu dan kembangkan menjadi kuat sehingga bias menggerakkan cerita. Hanya ada satu efek saja untuk membca sehingga kesan yang sampai ke pembaca adalah satu pesan. Ssuatu cerpen harus meru[akan satu kesatuan yang menyeluruh.
Secara umum dapat kita simpulkan bahwa cerpen harus berupa cerita pendek yang bersifat narasi(bukan argumentasi atau analisa), yang fiktif, (tidak benar-benar telah tejadi, tapi bias terjadi kapan saja), serta relative pendek. Dari cerita fiktif yang pendek berdasarkan realitas tersebut hanya mengandung satu kejadian untuk satu efek atau kesan ke pembacanya.

5.   Asal Usul Cerita Pendek
Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti dan karya . Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan (Atar:  2000:16).
Pesan-pesan moral di dalamnya konon dianggap oleh sejarawan Yunani sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama pada (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai . Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali, diartikan sebagai cerita tentang binatang sebagai pemeran (tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya (Atar:  2000:25).
Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite atau Mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat.
Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa . Anekdot berfungsi seperti , sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam pada atau . Anekdot tetap populer di Eropa hingga , ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley diterbitkan (Atar:  2000:33).
Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya dan karya . Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah ), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir , sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek (Nursito, 1999:11).
Pada pertengahan di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti . Pada 1690-an, tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya). Munculnya terjemahan modern pertama karya (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa (Nursito, 1999:19).



  1. Unsur dan Ciri Khas Cerita Pendek
Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.
Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan tokoh utama); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya (Asrom, 2007:11).
Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya (Asrom, 2007:15).

7.   Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Jenis pekerjaan, karir, atau profesi tertentu akan melibatkan kombinasi dari beberapa macam kecerdasan. Jarang sekali jenis pekerjaan tertentu itu yang hanya memerlukan satu kecerdasan. Namun, dapat juga dipastikan bahwa jenis pekerjaan tersebut akan memerlukan satu kecerdasan yang sangat dominan. Sebagai contoh, jenis pekerjaan wartawan atau penulis, pasti akan memerlukan kecerdasan bahasa. Selain itu, jenis pekerjaan itu pasti akan memerlukan kecerdasan interpersonal, yakni satu tipe kecerdasan yang membutuhkan keahlian dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Menurut Muhibbin Syah (2004:11) kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat; kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu.
Sedangkan menurut Mulyasa (2008:159) kecerdasan interpersonal adalah kemapuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Orang dengan kecerdasan ini senang bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok atau komite.
Tipe kecerdasan tidak hanya satu. Setiap orang memiliki gaya belajar yang unik, sama halnya dengan sidik jari. Oleh karena itu, sekolah yang efektif harus dapat mengenali secara dini kecerdasan masing-masing peserta didik, dan kemudian memberikan layanan yang sesuai dengan tipe kecerdasan yang mereka miliki. Peran penting pendidikan dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal adalah :
a.   Mengenalinya secara dini tipe kecerdasan setiap peserta didik.
b.   Memberikan model layanan pendidikan yang sesuai dengan kecerdasan siswa
c.   Mengasah dan mengembangkan kecerdasan semua peserta didik secara optimal (Slameto, 2003:7).

8.   Fungsi Kecerdasan Interpersonal
Fungsi kecerdasan interpersonal merupakan cara yang baik dalam menindak lanjuti proses pengkayaan keterampilan dan pemahaman materi yang disampaikan di sekolah. Dari itu kegiatan ini dapat diuraikan fungsi kecerdasan interpersonal sebagai berikut:
a.      Memberikan kesempatan kepada individu untuk meningkatkan prestasi belajar yang maksimal.
b.      Memberi kesempatan kepada individu untuk meningkatkan keterampilan interpersonal.
c.      Memberikan kesempatan kepada tiap individu sehingga mempunyai keterampilan memecahkan masalah dan membuat keputusan.
d.      Sebagai sarana untuk meningkatkan keterampilan lain yang dianggap perlu (Fred, 2008:78).
Ada juga yang berpendapat bahwa tujuan kecerdasan interpersonal adalah :
a.      Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para siswa sesuai dengan yang dimuat dalam modul-modul dan melakukan usaha-usaha materi yang relevan.
b.      Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu mengembangkan diri sendiri.
c.      Untuk belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat yang lebih luas.
d.      Memupuk rasa mandiri pada diri siswa (Sudjana, 2009:179).



9.   Faktor Penunjang terhadap Kecerdasan Interpersonal
a.   Personalia
Dalam mewujudkan sebuah kesuksesan kecerdasan interpersonal berhubungan dengan kemampuan untuk bisa mengerti dan menghadapi perasaan orang lain. Orang-orang ini seringkali ahli berkomunikasi dan pintar mengorganisasi, serta sangat sosial (Sudjana, 2009:171).
Dengan demikian dapatlah disebutkan kriteria kecerdasan interpersonal sebagai berikut :
1).  Mau bekerja sama dan sama kerja.
2).  Berperan aktif dalam mendukung dan membantu mensukseskan program pembelajaran.
3).  Berperan aktif dalam setiap urusan belajar.
4).  Menjalankan dan mentaati aturan yang telah digariskan bersama.
5).  Meletakkan urusan kelompok di atas urusan pribadi.
Dalam mewujudkan kecerdasan interpersonal, maka ditunjang hal-hal sebagai berikut : adanya kepentingan yang sama, saling mengetahui, adanya kesadaran untuk mewujudkan kepentingan secara bersama-sama dan ada organisasi yang menjalin jalannya kerja sama. Lima hal yang harus diperhatikan dalam menunjang kebersamaan kecerdasan interpersonal, yaitu:
1).  Tempat tinggal anak.
2). Keamanan di dalam belajar.
3). Interaksi sosial dari orang tua.
4).  Intelegensi dari anak.
5).  Sifat-safat lain dari anak, seperti kepemimpinan dan sebagainya.
b.   Program belajar
sangat penting membangun komonitas belajar sejak awal. Dari situ dapat membangun program belajar dengan “memberikan tugas yang dikaitkan dengan pengenalan, tujuan, manfaat bagi pembelajar, atau penilaian pengetahuan” (Slameto, 2003:18). Maka program belajar adalah kegiatan yang dilakukan dengan bersama-sama sesuai dengan kesepakatan bersama. Dari ini dapatlah diuraikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
1).  Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru
      Tugas yang diberikan guru untuk dikerjakan di luar jam-jam sekolah adalah suatu wadah dalam menjaga kesinambungan anak dalam belajar. Dalam hal ini guru selalu memberi jalan atau yang terbaik bagi seluruh anggota kelas untuk diselesaikan.


2). Mengadakan diskusi kelompok.
      Diskusi kelompok yang dilaksanakan dalam rangka internalisasi pelajaran dalam sekolah menjadi penunjang dalam memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap pelajaran.
3).  Tanya jawab mengenai pelajaran.
      Tanya jawab tentang materi pelajaran sangat membantu dalam  penguasaan pelajaran. Dengan metode ini anak lebih mampu dalam penguasaan materi secara individu dan mencapai kecerdasan interpersonal (Sudjana, 2009:35).
c.   Sarana dan Prasarana Belajar
Yang dimaksud dengan sarana prasarana adalah semua cara dan perlengkapan/peralatan yang digunakan oleh siswa dalam belajar untuk menunjang proses belajar yang ia lakukan agar mencapai tujuan secara maksimal.
Ada dua macam sarana dan prasarana, yaitu :
1).  Sarana fisik adalah sesuatu yang membekas dalam kemampuan akal fikiran melalui proses pengindraan. Seperti; peralatan mengajar, gambar, peta, globa, laboratorium, meja, bangku, papan tulis dan sebagainya.
2). Sarana non fisik adalah suatu proses yang membekas dalam kemampuan akal fikiran lewat lafadz/kalimat. Seperti persiapan mental dalam pelaksanaan kegiatan (Poerwanto, 1990:12).
d.   Lingkungan Belajar
Dalam kegiatan belajar lingkungan menempati posisi sangat penting, karena dari situlah akan terjadi semangat dan gaerah dalam belajar. “Proses belajar terjadi karena perangsang-perangsang dari luar” (Poerwanto, 1990:86). Maka dari itu, para ahli pendidikan mencari akal bagaimana menciptakan suasana khusus yang menunjang kegiatan belajar kelompok yang cocok dan menyenangkan.
Sebelum membahas tentang lingkungan belajar, penulis akan mengemukakan tentang pengertian lingkungan. Menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) yang dikutip oleh Purwanto, yang dimaksud dengan lingkungan (environment) menurutnya ialah meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kita kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan bayi gen yang lain (Slameto, 2003:21).
Menurut definisi di atas, ternyata di dalam lingkungan kita atau di sekitar kita tidak hanya terdapat beberapa faktor pada satu saat, tetapi terdapat banyak faktor yang setiap saat dapat mempengaruhi kita. Akan tetapi lingkungan kita yang aktual (yang sebenarnya) hanyalah faktor-faktor dalam sekeliling kita yang benar-benar mempengaruhi kita.
Menurut Sartain yang dikutip oleh Purwanto, bahkan lingkungan itu dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1).  Lingkungan alam atau luar (external or physical environmrnt).
      Yang dimaksud dengan lingkungan luar ialah segala sesuatu yang ada di dunia ini yang bukan manusia.
2).  Lingkungan dalam (internal environment)
      Yang dimaksud dengan lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang tidak termasuk dalam lingkungan luar dan ia ada dalam diri kita.
3).  Lingkungan sosial/masyarakat (social environment)
      Yang dimaksud dengan lingkungan sosial/masyarakat ialah semua orang/manusia yang lain yang mempengruhi kita.
Ada beberapa langkah dalam menciptakan lingkungan yang optimal dan kondusif untuk melaksanakan kegiatan belajar, yaitu :
1).  Perabotan ruangan dengan penataannya.
2).  Pencahayaan dan penerangan ruang tempat belajar.
3).  Kalau perlu dengan adanya iringan musik.
4).  Visual, poster, gambar, papan pengumuman yang dibutuhkan.
5).  Penempatan persediaan dan kelengkapannya.
6).  Temperatur udara.
7).  Tanaman dan penyejuk ruang.
8).  Semua perlengkapan yangmembuat nyaman suasana.
Dengan adanya pengaruh dari lingkungan belajar, maka siswa dituntut untuk senantiasa berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dalam artian; mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri yang kemudian lingkungan tersebut dapat menjadi suatu yang sangat berharga dalam proses belajar.
e.   Waktu Pelaksanaan Kegiatan Belajar
Waktu belajar adalah waktu yang digunakan oleh siswa untuk belajar. Waktu dalam kaitannya dengan belajar dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu : pagi, siang, sore dan malam.
Dengan tersedianya waktu yang sangat luas dan ditambah dengan padatnya kegiatan, maka seorang pelajar dituntut untuk mengatur waktu seefektif dan seefesien mungkin. Kewajiban bagi pelajar adalah menyusun jadwal kegiatan harian, mingguan adalah sangat penting.
Dari berbagai macam kegiatan dalam sekolah, dari kegiatan intra, ekstra, maka pembagian dan penataan jadwal kegiatan belajar kelompok sangat menunjang dilihat dari segi penggunaannya alokasi waktu yang tersedia dan intensitas penggunaannya.

10. Tugas Guru dalam Membentuk Kecerdasan Interpersonal
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terkait dengan dinas atau di luar dinas, dalam bentuk pengabdian ada tiga jenis tugas guru :
a.   Tugas dalam bidang profesi
1). Mendidik, yaitu meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.
2).  Mengajar, yaitu meneruskan dan mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3).  Melatih, yaitu mengembangkan keterampilan dan penerapannya.
b.   Tugas kemanusiaan.
      Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Sebagai seorang guru ia harus menarik simpati sehingga menjadi idola siswanya. Bila seorang guru berpenampilan tidak menarik, maka kegagalan pertama tidak akan menanamkan benih pengajarannya kepada para siswanya karena siswa enggan menghadapinya (Usman, 2001:6).
c.   Tugas dalam bidang kemasyarakatan.
1). Mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila.
2).  Mencerdaskan bangsa Indonesia
Menurut Adams dan Decey yang dikutip oleh Usman (2001:26) bahwa guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, yaitu :
a.      Sebagai fasilitator, yang mempunyai tanggung jawab untuk melayani dan menyediakan seluruh kebutuhan belajar dari segi sarana dan prasarana.
b.      Sebagai inspirator, yang mempunyai tanggung jawab memberi gagasan atau ide untuk kemudian dikembangkan sesuai dengan program kelompok.
c.      Sebagai konsultan, yang mempunyai tanggung jawab untuk melayani anak dalam hal-hal yang bersangkutan dengan materi yang dipelajari.
d.      Sebagai moderator, yang mempunyai tanggung jawab untuk menampung segala permasalahan yang terjadi dalam kelompok, kemudian dipecahkan secara menyeluruh.
e.      Sebagai organisator, yang mempunyai tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
f.        Sebagai supervisor, yang bertanggung jawab untuk memantau, meneliti kegiatan belajar, kemudian memberi pengarahan dan bimbingan terhadap kesalahan yang dilakukan dalam kelompok tersebut.
g.      Sebagai motivator, yang bertanggung jawab untuk memberi semangat dalam menggali potensi dan kemampuan yang dimiliki sampai prestasi yang diinginkan.

H.  Metode Penelitian
1.   Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 29 siswa, dengan rincian laki-laki 13 siswa dan perempuan 16 siswi.

2.   Desain Penelitian
Penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengelolaan, penyajian dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji hipotesis.
Untuk itu sebelum melaksanakan suatu penelitian terlebih dahulu harus dirumuskan rancangan penelitian dengan baik, kemudian dilanjutkan dengan mengoperasionalkan rancangan tersebut sesuai dengan rencana.
Seperti dikemukakan di atas bahwa penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan Peneltian Tindakan Kelas yaitu suatu penelitian dimana pengawas sekolah dibantu guru (mitra peneliti) dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran yang dilakukaan di kelas. Dengan penelitian tindakan kelas peneliti dapat melakukan penelitiah terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran.
Secara filosofis konsep class room action reseach berpijak pada praktek penelitian karena menekankan pada aksi nyata untuk memperbaiki berbagai persoalan kongkrit dan praktis dalam peningkatan pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam berinteraksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar. Sehingga dapat dikatakan dengan melakukan penelitian tindakan kelas, peneliti dapat memperbaiki pembelajaran lebih efektif. Sedangkana model yang dipilih untuk digunakan oleh peneliti adalah model kemmis dan Taggart.
Banyaknya siklus dalam suatu penelitian tindakan kelas tergantung dari permasalahan yang perlu di pecahkan. Jika suatu penelitian tindakan kelas dikaitkan dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran dengan sendirinya jumlah siklus untuk setiap mata  pelajaran melibatkan lebih dari dua siklus, akan tetapi jika dikaitkan dengan mata pelajran pada pokok bahasan tertentu mungkin saja hanya melibatkan satu siklus sudah dapat menyelesaikan masalah.
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan atau hasil belajar pserta didik, dan atau implementasi sesuatu program sekolah.
Adapun tahapan-tahapan siklus penelitian yang peneliti akan lakukan adalah sebagai berikut :
a.   Perencanaan
Pada tahap perencanaan siklus I diawali dengan refleksi terhadap hasil belajar siswa, mengidentifikasi masalah, menganalisa masalah dan mencari alternatif pemecahan masalah. Dari hasil tersebut, kegiatan yang dilakukan adalah:
-     Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I yang difokuskan pada perencanaan langkah-langkah perbaikan atau skenario tindakan yang diharapkan dapat mengatasi masalah pembelajaran dan meningkatkan kualitas proses dan belajar siswa.
-     Menyiapkan materi bahasa Indonesia dalam menulis cerita
-     Menyiapkan intrumen pengumpulan data yaitu :
a)     Lembar penilaian kemampuan menulis cerita
b)     Lembar evaluasi / tes akhir tingkat ketuntasan siswa
b.   Rencana Tindakan
Tindakan yang dilakukan adalah :
-     Mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
-     Menekankan siswa mempelajari dan memahami makna dan konsep yang dipelajari 
-     Guru menjelaskan tentang menulis cerita terhadap siswa
c.   Observasi
Dalam penelitian ini observasi dilakukan berpedoman pada lembar observasi. Observasi dilakukan terhadap sejauh mana siswa dalam menulis cerita.
d.   Refleksi
Dalam tahap ini peneliti bersama dengan guru lainya melakukan analisis terhadap hasil-hasil yang telah dicapai, hambatan dan dampak perbaikan pembelajaran terhadap guru dan siswa terhadap siklus I.
Refleksi tersebut dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari  catatan hasil observasi, hasil evaluasi dalam proses dan akhir pembelajaran. Dari hasil refleksi ini selanjutnya digunakan sebagai dasar perbaikan pembelajaran pada siklus II.

3.   Teknik Analisis Data
Untuk menganlisa data penelitian ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1)   Observasi
Adapun pedoman lembar observasi sebagaimana adalah sebagaimana berikut :
FORMAT LEMBAR OBSERVASI SUBJEK YANG DIPERHATIKAN SECARA INTENSIF DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
Sub Pokok Bahasan      :…………………………
Observer                          :…………………………
Hari / Tanggal                  :…………………………
Petunjuk :
1.      Berilah cek (√) pada kolom yang telah tersedia sesuai dengan pengamatan anda pada saat peneliti melaksanakan pembelajaran dan berilah komentar atau catatan sesuai dengan indicator yang telah ditentukan.
2.      Masing-masing indicator terdiri dari 5 diskriptor. Adapaun pedoman kelima diskriptor adalah sebagai berikut :
Skor 5 untuk diskriptor A
Skor 4 untuk diskriptor B
Skor 3 untuk diskriptor C
Skor 2 untuk diskriptor D
Skor 1 untuk diskriptor E





No
INDIKATOR
DISKRIPTOR
CATATAN/
KOMENTAR
A
B
C
D
E
1

2

3

4

5


6

7

Keaktivan subjek melakukan perencanaan
Subjek mampu berperan aktif dalam perencanaan
Subjek aktif berkreasi dalam menulis cerita
Subjek aktif dalam menyelesaikan tugas
Subjek berani mengungkapkan pertanyaan  jika memiliki suatu hak yang tidak dimengerti
Subjek bisa dijadikan model/contoh bagi siswa yang lain
Subjek mampu menarik kesimpulan dari hasil pembelajaran







1)   Test
Sementara tes yang digunakan adalah tes obyektif pilihan ganda terdiri atas 20 butir soal. Aspek yang diukur melalui instrumen penelitian adalah memahami : 1) kerangka cerita, 2) Penggunaan kata dan 3) alur cerita. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada kisi-kisi instrumen penelitian berikut :
Tabel 2
Tes Kemampuan Menulis Cerita Pendek
No
Kompetensi
Indikator
Kisi-kisi soal
1
Mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis cerita
1. Mampu menyusun kerangka cerita pendek
Objektif
2. Mampu menggunakan kata-kat dengan baik dalam cerita  pendek
Objektif
3. Mampu menyusun alur cerita dengan benar
Objektif

Dalam tes kemampuan menulis cerita pendek menggunakan tugas menulis, maka peneliti menggunakan lembar penilaian sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 3
Lembar penilaian
No
Nama Siswa
Kriteria penilaian menulis cerita pendek
Kerangka cerita
Penggunaan kata
Alur
1
Jefriyadi



2
Moh. Siddik Abrori



3
Imam Sa’di



4
Wanda Abdillah



5
Fais Hamdan



6
Moh. Anwar Anas



7
Fathorrahman



8
Moh. Khaliq



9
Abd Aziz



10
Moh. Hakiki



11
Ainurroziqin



12
Nur Hasanah



13
Sofwatul Khoiriyah



14
Fatiyatur Rahmah



15
Luluk Afifah



16
Nur Jazilah



17
Sulfatul Na’imah



18
Widayanti



19
Indah Husnul Khatimah



20
Sitti Muti’ah



21
Anis Sulalah



22
Anis Sofi Wardani



23
Fatihatun Nasirah



24
Indah Rahmatillah



25
Sitti Nur Halizah



26
Imro’atul Mafruhah



Jumlah nilai



Nilai rata-rata kelas



Persentase ketuntasan klasikal






H.  JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

No
Kegiatan
Juli
September
Oktober
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Pengajuan Proposal











2
Perbaikan Proposal











3
Seminar Proposal











4
Penyusunan Instrumen











5
Pelaksanaan Penelitian









6
Analisis Data










7
Penulisan Laporan