Minggu, 16 Oktober 2011

Jenis Penilaian Sesuai dengan Pembelajaran Model PAKEM


Ada dua dikotomi yang sering diperdebatkan banyak praktisi pendidikan, yakni antara penilian hasil dan penilaian proses. Ulangan ulum dan ujian akhir sering dikaitkan dengan penilaian hasil. Sementara penilaian kinerja atau aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dikaitkan dengan penilaian proses. Sudah barang tentu kedua jenis penilaian tersebut sama-sama penting. Dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dalam proses pembelajaran, sebenarnya para pendidik telah dapat melakukan kedua jenis penilaian ini. Penilaian proses biasanya dilakukan oleh guru untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari, atau pengalaman belajar yang sedang diperoleh. Misalnya, apakah siswa dapat menyusun kuesioner dengan baik, atau apakah kemudian peserta didik dapat membuat tabel hasil analisis data yang telah yang dikumpulkan. Demikian seterusnya. Semua itu terkait dengan jenis penilaian proses. Akan halnya jika penilaian itu dilakukan pada akhir proses pembelajaran (tes formatif) ataukan pada akhir semester (tes sumatif), maka penilaian itu terkait dengan penilaian akhir.
Menurut Budimansyah dkk (2009:84) jenis penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model pakem adalah sebagai berikut :
a.       Tes obyektif (Objective Test) Versus Tes Esai (Essay Test)
Tes obyektif memang memiliki kekuatan disamping kelemahan. Sama halnya dengan tes esai. Tes obyektif yang baik memang sulit membuatnya, tetapi memang mudah untuk mengoreksinya. Sementara tes esai sanagt mudah membuatnya, tetapi memerlukan waktu yang llama untuk mengoreksinya. Pernyataan tersebut sering dijadikan sebagai alasan oleh para pendidik untuk tidak menggunakan tes esai disatu pihak, tetapi dilain pihak juga digunakan alasan untuk membuat tes obyektif yang baik.
Kalau demikian halnya, maka para pendidik tidak pernah membuat tes yang baik, baik dengan tes obyektif maupun tes esai. Keduanya harus digunakan untuk tujuan tertentu. Untuk tes ulangan harian, sebagai contoh, guru dapat membuat tes esai yang tidak terlalu banyak. Dengan menggunakannya guru dapat lebih memetingkan dari aspek kerajinan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, semangat kemandirian dalam menjawap pertanyaan-pertanyaan, dan sebagainya, termasuk memberikan penguatan (Reinforcement) kepada siswa. Jawaban terhadap pertanyaan esai memang perlu dinilai, tetapi tidak terlalu menjadi fokus tujuan untuk memberikan nilai terhadap hasil belajar siswa. Sementar unutk tes obyektif memang harus menggunakan tes obyektif yang baik. Kalau bisa telah difalidasi. Jangan menggunakan tes obyektif yang kualitasnya buruk. Karena hasil penilaian dari tes obyektif akan digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.
b.      Pencil and Paper Test versus Performance Test
Tes tertulis sering dikenal sebagai pencil and paper test. Artinya, peserta didik akan diberikan sejumlah instrument test, dan kemudian akan menjawab dengan menggunakan pensil atau ballpoint atau alat tulis lainnya. Termasuk ini adalah menggunakan lembar jawaban computer (LJK). Sementara performance test adalah tes perubahan. Sisiwa diminta untuk melakukan kegiatan tertentu, demonstrasi, kegiatan laboratorium, dan apa yang dilakukan siswa tersebut kemudian dinilai oleh guru.
c.       Penilaian Otentik (Authentic Evaluation)
Penilaian otentik dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa yang sebenarnya. Bukan hanya perkiraan kemampuan yang diperoleh dari tes yang faliditasnya belum diketahui. Ontentisitas dalam penilaian ini dapat diindikasikan dalam beberapa hal sebagai berikut:
1).  Lebih dekat dengan tes yang dikenal dengan tes kinerja atau performance test sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya.
2).  Melalui proses pengamatan guru secara terus-menerus, dari proses yang brkelanjutan, misalnya dari hasil pekerjaan siswa dalm bentuk lembar portofolio yang dikumpulkan.
3).  Tidak ada mark up nilai, baik yang dilakukan guru mauun oleh kepala sekolah, juga tidak ada “kontrol nilai”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar