Ada dua dikotomi yang sering diperdebatkan
banyak praktisi pendidikan, yakni antara penilian hasil dan penilaian proses.
Ulangan ulum dan ujian akhir sering dikaitkan dengan penilaian hasil. Sementara
penilaian kinerja atau aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dikaitkan
dengan penilaian proses. Sudah barang tentu kedua jenis penilaian tersebut
sama-sama penting. Dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dalam
proses pembelajaran, sebenarnya para pendidik telah dapat melakukan kedua jenis
penilaian ini. Penilaian proses biasanya dilakukan oleh guru untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari, atau
pengalaman belajar yang sedang diperoleh. Misalnya, apakah siswa dapat menyusun
kuesioner dengan baik, atau apakah kemudian peserta didik dapat membuat tabel
hasil analisis data yang telah yang dikumpulkan. Demikian seterusnya. Semua itu
terkait dengan jenis penilaian proses. Akan halnya jika penilaian itu dilakukan
pada akhir proses pembelajaran (tes formatif) ataukan pada akhir semester (tes
sumatif), maka penilaian itu terkait dengan penilaian akhir.
Menurut Budimansyah
dkk (2009:84) jenis penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model
pakem adalah sebagai berikut :
a. Tes obyektif (Objective
Test) Versus Tes Esai (Essay Test)
Tes obyektif memang memiliki kekuatan disamping kelemahan. Sama halnya
dengan tes esai. Tes obyektif yang baik memang sulit membuatnya, tetapi memang
mudah untuk mengoreksinya. Sementara tes esai sanagt mudah membuatnya, tetapi
memerlukan waktu yang llama untuk mengoreksinya. Pernyataan tersebut sering
dijadikan sebagai alasan oleh para pendidik untuk tidak menggunakan tes esai
disatu pihak, tetapi dilain pihak juga digunakan alasan untuk membuat tes
obyektif yang baik.
Kalau demikian halnya, maka para pendidik tidak
pernah membuat tes yang baik, baik dengan tes obyektif maupun tes esai.
Keduanya harus digunakan untuk tujuan tertentu. Untuk tes ulangan harian,
sebagai contoh, guru dapat membuat tes esai yang tidak terlalu banyak. Dengan
menggunakannya guru dapat lebih memetingkan dari aspek kerajinan dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, semangat kemandirian dalam
menjawap pertanyaan-pertanyaan, dan sebagainya, termasuk memberikan penguatan
(Reinforcement) kepada siswa. Jawaban terhadap pertanyaan esai memang perlu
dinilai, tetapi tidak terlalu menjadi fokus tujuan untuk memberikan nilai
terhadap hasil belajar siswa. Sementar unutk tes obyektif memang harus
menggunakan tes obyektif yang baik. Kalau bisa telah difalidasi. Jangan
menggunakan tes obyektif yang kualitasnya buruk. Karena hasil penilaian dari
tes obyektif akan digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.
b. Pencil and Paper Test
versus Performance Test
Tes tertulis sering dikenal sebagai pencil and paper test. Artinya,
peserta didik akan diberikan sejumlah instrument test, dan kemudian akan
menjawab dengan menggunakan pensil atau ballpoint atau alat tulis lainnya.
Termasuk ini adalah menggunakan lembar jawaban computer (LJK). Sementara
performance test adalah tes perubahan. Sisiwa diminta untuk melakukan kegiatan
tertentu, demonstrasi, kegiatan laboratorium, dan apa yang dilakukan siswa
tersebut kemudian dinilai oleh guru.
c. Penilaian Otentik (Authentic
Evaluation)
Penilaian otentik
dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa yang sebenarnya. Bukan hanya perkiraan
kemampuan yang diperoleh dari tes yang faliditasnya belum diketahui.
Ontentisitas dalam penilaian ini dapat diindikasikan dalam beberapa hal sebagai
berikut:
1). Lebih dekat dengan tes yang dikenal dengan tes
kinerja atau performance test sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya.
2). Melalui proses pengamatan guru secara
terus-menerus, dari proses yang brkelanjutan, misalnya dari hasil pekerjaan
siswa dalm bentuk lembar portofolio yang dikumpulkan.
3). Tidak ada mark up nilai, baik yang dilakukan
guru mauun oleh kepala sekolah, juga tidak ada “kontrol nilai”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar