PROPOSAL PENELITIAN
Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Pendek
Dengan Pengembangan Kecerdasan Interpersonal
Pada Siswa Kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake
Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep
Tahun Pelajaran 2011/2012
A. Latar
Belakang Masalah
Kurikulum
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Berdasarkan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Mutu pendidikan yang tinggi menciptakan kehidupan yang cerdas, damai,
terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Penyempurnaan kurikulum
dilakukan secara responsif terhadap penyerapan hak asasi manusia, kehidupan demokratis,
globalisasi, dan otonomi daerah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah suatu ide
tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat
dengan pembelajaran. Pemberdayaan sekolah dan satauan pendidikan dengan
memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukan sikap tanggap
pemerintah terhadap tuntunan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan
kualitas, efisisen, dan pemerataan pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud
reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan
pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntunan, dan
kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran
merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf
sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya kurikulum
(Usman, 2003:25).
Untuk itulah, tujuan
pembelajaran disajikan dalam komponen kebahasaan, komponen pemahaman, dan
komponen penggunaan secara terpadu.
Pembelajaran menulis pada siswa MTs yang dilaksanakan selama ini kurang
produktif. Guru pada umumnya menerangkan
hal-hal yang berkenaan dengan teori menulis. Sementara pelatihan menulis yang
sebenarnya jarang dibahas atau disampaikan, seperti penggunaan tanda baca dalam
menulis, memadukan kalimat, menyatukan paragraf yang baik, kurang mendapat
perhatian. Padahal tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia di MTs adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam
menggunakan bahasa yang meliputi
kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemahiran bahasa merupakan
proses belajar bahasa yang pada umumnya
melalui hubungan yang teratur (Depdiknas, 1994:1)
Keberhasilan belajar
mengajar bergantung pada faktor-faktor pendukung terjadinya pembelajaran yang
efisien. Beberapa faktor mengajar yang perlu diperhatikan supaya proses belajar
berlangsung baik adalah kesempatan untuk
belajar, pengetahuan awal siswa,
refleksi, motivasi, dan suasana yang mendukung. Oleh karena itu, dalam proses
belajar mengajar pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, diharapkan dapat
tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan siswa melakukan aktivitas
secara optimal untuk mencapai tujuan keterampilan berbahasa yang terdiri atas empat keterampilan yaitu
keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis.
Dari keempat aspek
yang dilatihkan siswa, menulis merupakan keterampilan yang harus mendapat
perhatian secara sungguh-sungguh. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam menulis masih rendah. Padahal kemampuan ini sangat
penting. Menulis juga merupakan kemampuan puncak berbahasa seseorang, yang
meliputi keterampilan memilih kosa kata, menggunakan struktur kalimat,
menerapkan ejaan maupun tanda baca, dan menulis teks cerita.
Menulis merupakan
suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tanpa tatap muka dengan
orang lain. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam
kegiatan menulis, seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi,
struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis tidak akan dimiliki
seseorang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik secara
terus-menerus. Dengan menulis secara terus-menerus dan latihan yang
sungguh-sungguh, keterampilan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja.
Keterampilan itu juga bukanlah suatu keterampilan yang sederhana, melainkan
menuntut sejumlah kemampuan. Betapapun sederhananya tulisan yang dibuat,
penulis tetap dituntut memenuhi persyaratan seperti yang dituntut apabila
menulis tulisan yang rumit.
Dalam proses belajar
mengajar, pendidik setidaknya harus memperhatikan kecenderungan kecerdasan potensial
masing-masing peserta didik. Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
logis-matematis pasti akan memiliki gaya
belajar (learning style) yang berbeda dengan peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan linguistik, bahkan dengan peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan ragawi-kinestetis. Peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan ragawi-kinestetis akan merasa lega jika diberikan kesempatan untuk
terjun ke lapangan olahraga atau ke tempat latihan tari-menari. Demikian juga
dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan yang lainnya. Pada
prinsipnya, ada tiga gaya
mengajar yang paling umum dapat diamati oleh pendidik. Pertama, gaya visual (visual learning), yakni gaya belajar yang lebih
suka menggunakan gambar-gambar, bahan bacaan yang dapat dilihat. Kedua, tipe audio,
yang lebih suka mendengarkan, misalnya mendengarkan ceramah atau penjelasan
dari gurunya, atau mendengarkan bahan audio seperti radio kaset, dan
sebagainya. Ketiga, tipa taktil, yang lebih suka menggunakan tangan dan
badannya. Peserta didik tipe taktil akan tidak suka diminta duduk manis untuk
mendengarkan ceramah guru seperti yang disukai oleh peserta didik yang memiliki
gaya audio.
Peserta didik gaya
taktil akan senang untuk diminta untuk mengerjakan pekerjaan tangan atau
mengotak-atik mesin perkakas. Demikianlah keragaman potensi kecerdasan ganda
dan gaya
belajar peserta didik yang harus medapatkan perhatian pendidik secara seimbang,
tidak pilih kasih, tidak diskriminatif (Mulyasa, 2008:161).
Kekompleksitasan menulis
terletak pada tuntutan kemampuan menyelaraskan beberapa aspek, yaitu kemampuan
menuangkan ide, gagasan, pendapat yang diramu dengan aturan yang ada, serta
keinginan pembaca. Seorang penulis perlu memiliki kemampuan mengungkapkan
sesuatu dari tahap prapenulisan sampai dengan perevisian, karena menulis
selain untuk membaca tulisan seseorang
kalau tulisan itu dikemas sesuai dengan
keadaan pembacanya. Dengan demikian, mau tidak mau penulis harus
memiliki nalar, menghubung-hubungkan, serta membanding-bandingkan fakta untuk
mengembangkan berbagai gagasannya.
Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia MTs Miftahul
Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep kelas VII saat ini kondisi
kemampuan menulis cerita siswa kelas
tersebut rendah. Adapun rendahnya kemampuan tersebut disebabkan kurang mampu
menemukan siapa yang menjadi bahan cerita pendek, apa tujuannya, kapan
peristiwa itu terjadi, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana jalannya Cerita itu, dalam sebuah teks cerita dan belum dapat
menerapkan unsur-unsur tersebut dalam menulis cerita pendek. Sedangkan hasil
wawancara dengan siswa kelas VII Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto
Kabupaten Sumenep tahun pelajaran 2011/2012 diperoleh data sebagai berikut.
Sebanyak 20 dari 26 siswa menyukai mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Siswa yang menyatakan bahwa menulis cerita tidak mudah sebanyak 20, sedangkan yang
menyatakan bahwa menulis mudah sebanyak 6 siswa. Di samping itu, berdasarkan wawancara dengan
siswa, pada umumnya mereka tidak termotivasi untuk menulis cerita sebab setiap menulis teks cerita mereka jarang
memperoleh nilai tinggi. Dengan demikian, keterampilan menulis cerita siswa kelas VII Miftahul Ulum Aengdake
Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep perlu ditingkatkan.
Dengan kenyataan di atas, peneliti berkeinginan untuk mengadakan
penelitian ini dengan judul : “Peningkatan
kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal
pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten
Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012”
B. Perumusan Masalah
1. Rumusan
Masalah Umum
Secara umum rumusan masalah dalam rancangan penelitian ini adalah
sebagai berikut; Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis cerita pendek
dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul
Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012?
2. Rumusan
Masalah Khusus
Dari uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut;
a. Bagaimanakah
perencanaan peningkatan kemampuan
menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa
kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun
Pelajaran 2011/2012?
b. Bagaimanakah
pelaksanaan peningkatan kemampuan
menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa
kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun
Pelajaran 2011/2012?
c. Bagaimanakah hasil peningkatan kemampuan
menulis cerita pendek dengan
pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum
Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012 ?
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penyusunan rancangan penelitian ini adalah
untuk mengetahui lebih jauh tentang peningkatan kemampuan menulis cerita pendek
dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul
Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Tujuan Khusus
Lebih jauh penyusunan rancangan penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh data yang lebih mendalam dan lebih valid tentang :
a. Perencanaan
peningkatan kemampuan menulis cerita pendek
dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul
Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.
b. Pelaksanaan
peningkatan kemampuan menulis cerita pendek
dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul
Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.
c. Hasil peningkatan kemampuan menulis cerita pendek
dengan pengembangan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VII MTs. Miftahul
Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012.
D. Manfaat
Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dirasa sangat penting untuk
dilakukan karena hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat yang antara lain
adalah :
a. Dapat membantu siswa kelas
VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun
Pelajaran 2011/2012 untuk meningkatkan kemampuan menulis cerita pendek dengan pengembangan kecerdasan
interpersonal siswa.
b. Bagi pendidik atau sekolah yang bersangkutan akan mem-peroleh umpan
balik yang nyata dan sangat berguna bagi dan untuk (di) evaluasi demi keberhasilan pada masa
yang akan datang.
c. Bagi penulis akan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
yang pernah diperoleh di bangku kulah.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penilitian ini akan bermanfaat
:
a. Dari penelitian ini penulis merasa mempunyai
kewajiban untuk memberikan sumbangan pemikiran dan pengabdian kepada pendidikan
khusunya di MTs. Miftahul Ulum Aengdake Keca-matan Bluto Kabupaten Sumenep.
b. MTs. Miftahul Ulum Aengdake Kecamatan Bluto
Kabupaten Sumenep merupakan salah satu lembaga yang dapat dijangkau oleh
penulis dengan mempertimbangkan waktu, tenaga dan biaya.
E. Tinjauan
Empirik
Cerita pendek (short story) adalah jenis karya
sastra yang memaparkan kisah atau cerita tentang manusia dan seluk beluknya lewat
tulisan pendek. Sumber penulisan cerpen
terdiri dari :
1. Pengalaman
hidup (pribadi atau orang lain)
2. Pengetahuan
3. Imajinasi
4. Sumber
lainnya
Dalam penulisan cerpen permasalahan yang diangkat
hanya ada satu. Tema dan
konflik pelaku jangan kebanyakan, sehingga hasil cerpen lebih kuat. Ada beberapa cara untuk
mengawali sebuah cerpen, di antaranya:
1. Memulai
dengan suasana ruang/alam, contoh hal tersebut adalah :
Tempat itu cukup jauh dari keramaian. Jalanan menuju
ke tempat itu semakin lama semakin menyempit dan buruk. Di kiri kanan jalan
penuh dengan hutan. Suara-suara binatang menegakkan bulu roma….
2. Memulai
dengan situasi waktu, contoh :
Belum terlalu larut, tapi suasana sepi seakan
mencekik malam. Dua orang petugas bar kelihatan mengantuk. Toko sudah sepi
sejak tadi. Gerimis membuat orang malas untuk keluar rumah…
3. Memulai
dengan dialog, sebagaimana contoh berikut :
“Parmin… Parmin… Aduh kemana pembantu geblek ini.
Nah… Ginah…. Aduh, sama saja. Brengsek….” (Si Padang, karya Harris Effendi Thahar)
4. Memulai
dengan melukiskan fisik tokoh, contoh :
Laki-laki itu belum terlalu tua, tapi terlihat
seperti sudah berusia 80-an. Rambutnya sudah memutih. Tulang pipinya
bertonjolan. Kalau berjalan badannya setengah membungkuk, tertatih….
5. Memulai dengan
model surat:
Alina tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja –
dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah kamu
menerimanya dalam keadaan lengkap? Seperti setiap senja…
F. Denifisi
Operasional
Untuk menghindari
salah tafsir dan salah persepsi terhadap pokok-pokok permasalahan yang terdapat
dalam judul penelitian ini, perlu kiranya peneliti menjelaskan istilah-istilah
yang terdapat dalam judul peneltian ini antara lain:
- Menulis cerita pendek adalah salah satu keterampilan berbahasa dalam menulis cerita yang dilandasi dengan pengetahuan kebahasaan, baik tentang kaidah-kaidah maupun laras-larasnya dan menulis juga merupakan suatu proses yang tidak mungkin datang adanya latihan (Sujanto, 2008:56).
- Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain (Mulyasa, 2008:19).
G. Kajian
Pustaka
1. Pengertian
Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung tidak tatap muka dengan orang lain. Menulis
merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis
ini, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi,
struktur kata, dan kosa
kata. Keterampilan menulis
tidak akan datang secara otomatis,
melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur (Tarigan, 2006:3-4).
Sujanto (2008:56) mengungkapkan
bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dilandasi dengan
pengetahuan kebahasaan, baik tentang kaidah-kaidah maupun laras-larasnya dan
menulis juga merupakan suatu proses yang tidak mungkin datang adanya latihan.
Menurut Lado dalam Ahmadi (2007:143), menulis adalah meletakkan atau mengatur
simbol-simbol grafis yang menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa
sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol grafis itu, sebagai penyajian
satuan-satuan ekspresi bahasa.
Menurut Akhadiah (2007:3)
menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam tulisan.
Tulisan merupakan sebuah sistem komunikasi antar manusia yang menggunakan
simbol atau lambang bahasa yang sudah disepakati pemakaiannya. Komunikasi
tertulis terdapat empat unsur yang terlibat di dalamnya, yaitu (1) penulis
sebagai suatu pesan, (2) pesan atau isi tulisan, (3) saluran atau medium
tulisan, (4) pembaca sebagai penerima pesan.
Dari berbagai pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa menulis
adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain dengan
medium bahasa yang telah disepakati
bersama dan tidak secara tatap
muka. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif, maka keterampilan ini
harus selalu dilatihkan dan disertai dengan praktek yang teratur.
2. Tujuan
Menulis
Hartig dalam Tarigan (2006:24-25)
mengungkapkan bahwa tujuan
menulis adalah (1) assignment purpose (tujuan penugasan) yaitu penulis
menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan karena kemauan sendiri; (2) altruistic
purpose (tujuan altruistic) yaitu penulis bertujuan untuk menyenangkan
pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca
memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para
pembaca lebih mudah dan lebih
menyenangkan dengan karyanya itu; (3) persuasive purpose (tujuan
persuasif) yaitu tulisan yang bertujuan untuk menyakinkan para pembaca dan
kebenaran gagasan yang diutarakan; (4)
informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
yaitu tulisan yang bertujuan untuk memberi informasi atau keterangan/penerangan
kepada para pembaca; (5) self-expressive
purpose (tujuan pernyataan diri) yaitu tulisan yang bertujuan
memperkenalkan atau menyatakan diri sebagai sang pengarang kepada para pembaca;
(6) creative purpose (tujuan kreatif)
yaitu tulisan yang bertujuan untuk mencapai nilai-nilai artistic dan
nilai-nilai kesenian; (7) problem-solving
purpose (tujuan pemecahan masalah) yaitu tulisan yang bertujuan untuk
mencerminkan atau menjelajahi pikiran-pikiran agar dapat dimengerti oleh
pengarang.
Menurut Sujanto (2008:68)
tujuan menulis adalah memproyeksikan sesuatu mengenai diri seseorang. Tulisan
mengandung nada yang serasi dengan maksud dan tujuannya. Menulis tidak mengharuskan memilih suatu pokok
pembicaraan yang cocok dan serasi, tetapi harus menentukan siapa yang akan
membaca tulisan tersebut.
Sementara Semi (2000:19)
berpendapat bahwa tujuan menulis adalah: (1) memberikan arahan, yakni
memberikan petunjuk kepada orang lain dalam mengerjakan sesuatu; (2)
menjelaskan sesuatu, yakni memberikan uraian atau penjelasan tentang sesuatu
hal yang diketahui oleh orang lain; (3) mencerita-kan
kejadian, yaitu memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung di suatu
tempat pada suatu waktu; (4)
meringkaskan, yaitu membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi singkat;
(5) meyakinkan, yaitu tulisan yang berusaha meyakinkan orang lain agar setuju
atau sependapat dengannya.
Dari ketiga pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah untuk mengekspresikan perasaan, memberi
informasi, mempengaruhi pembaca, meyakinkan, dan memberi hiburan. Tujuan
menulis juga dapat memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menCerita kan
kejadian, memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung di suatu tempat
pada suatu waktu, meringkas atau membuat rangkuman suatu tulisan sehingga
menjadi lebih singkat.
3. Manfaat
Menulis
Menulis merupakan sesuatu
yang kompleks. Kekompleksitasan menulis terletak pada tuntutan kemampuan
menyelaraskan beberapa aspek, yaitu kemampuan menuangkan ide, gagasan, pendapat
yang diramu dengan aturan yang ada, serta keinginan pembaca. Seorang penulis
perlu memiliki kemampuan mengungkapkan sesuatu dari tahap prapenulisan sampai
dengan perevisian, karena menulis selain
untuk membaca tulisan seseorang kalau tulisan itu dikemas sesuai
dengan keadaan pembacanya. Dengan
demikian, mau tidak mau penulis harus memiliki nalar, menghubung-hubungkan,
serta membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.
Seorang penulis dalam menulis
harus memiliki keterampilan menyerap, mencari, dan menguasai informasi yang
berhubungan dengan topik tulisan sehingga dengan wawasan itu pembaca menjadi ketagihan membaca tulisannya
karena pembaca merasa puas. Hal-hal itulah yang menyebabkan kegiatan menulis
merupakan sesuatu yang sangat sulit sehingga orang/siswa kurang berminat untuk
dapat menulis dengan baik dan benar.
Akhadiah (2007:4-5) banyak
manfaat yang didapat dari kegiatan menulis bagi penulis itu sendiri yang diantaranya adalah (1)
penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya; (2) penulis dapat
terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan; (3) penulis dapat lebih banyak
menyerap, mencari, serta menguaasai informasi sehubungan dengan topik yang
ditulis; (4) penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara
sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat; (5) penulis akan dapat
meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara objektif; (6) dengan menulis
sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu
dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret; (7)
dengan menulis, penulis terdorong untuk
terus belajar secara aktif; dan (8) dengan kegiatan menulis yang terencanakan
membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.
Akhadiah (2007:14)
mengemukakan bahwa manfaat menulis adalah (1) menulis menyumbang kecerdasan;
(2) menulis mengembangkan daya inisiatif dan kreatif; (3) menulis menumbuhkan
keberanian; dan (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.
Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa manfaat menulis adalah dapat membantu untuk mengungkapkan
kemampuan menulis, mengembangkan daya imajinatif dan kreatif, dan menulis
sangat membantu penulis menjadi terbiasa berpikir sistematis serta berbahasa
secara tertib dan teratur.
4. Hakikat Cerita Pendek
Hakekat cerita pendek tidak bisa ditemukan dengan
sebuah definisi, akan tetapi dengan perbandingan-perbandingan orang lebih mudah
memahami sebuah hakekat cerita pandek. Hanya dengan melihat fisiknya dan
bentuknya yang pendek saja orang tidak bias menetapkan bahwa itu sebuah cerpen.
Menurut Djuroto (2003:9) sebagian orang mengatakan cerita pendek adalah cerita
yang selesai dibaca 10 menit hingga setengah jam, atau sekali duduk di kereta
api, atau terdiri dari kurang lebih 5000 kata, bahkan ada juga yang
mendefinisikan hingga 30.000 kata. Sebagian orang lagi mengatakan cerpen adalah
cerita yang berbentuk naratif. Jadi cerpen bukan argumentasi atau analisa atau
deskripsi. Akan tetapi bentuk naratif yang pendek saja belum tentu cerpen. Bias
jadi hanya sebuah prosa, cerita fable, bahkan berita, sketsa,dan kisah
perjalanan juga berbentuk naratif. Di dalamnya ada penuturan yang berurutan dan
hidup, dan berdasarkan hal yang benar-benar ada. Sedangkan cerpen tidak
bergantung sama sekali pada aktualitasnya. Cerpen adalah fiksi yangberarti
ciptaan ata rekaan. Meskipun demikian sebuah cerpen harus berdasarkan realita.
Yang berarti dapat terjadi seperti itu bukan terjadi seperti itu.
Cerpen di Indonesia biasanya berkisar 4-5 halaman
dengan spasi rangkap. Hal itu dikarenakan majalah-majlah atau media di
Indonesia yang menyediakan tempat atau ruang sedemikian rupa. Berbeda dengan
cerpen-cerpen di barat yang cenderung sangat panjang. Cerpen ‘kecubung
Pengasihan’ punya Danarto dan ‘Bawuk’ karya Umar Kayam, merupakan cerpen-cerpen
yang panjangnya rata-rata serupa dengan cerpen-cerpen barat (Djuroto, 2003:13).
Orang membaca cerpen bukan sekedar menghayati
lamunan-lamunan atau khayalan-khayalan penulisnya. Karena cerpen dibaca
sepanjang masa. Dalamsebuah cerpen menunjukkan pengalaman subyektif. Dalam
membaca sebuah cerpen atau novel, kita seakan ikut terjun dalam tokoh-tokohnya,
merasakan, mengalami pengalaman-pengalamannya,perbuatan-perbuatannya,
pikirannya, dan juga keputusannya. Sifat fiktif naratif ini menuntuk danya
suatu kejadian dalam cerpen. Penceritaan suatu kejadian dalam sebuah cerpen
harus bersifat ekonomis. Dalam sebuah cerpen hanya didbutuhkan dua atau tiga
tokoh yang penting saja. Konflik hanya satu dan kembangkan menjadi kuat
sehingga bias menggerakkan cerita. Hanya ada satu efek saja untuk membca
sehingga kesan yang sampai ke pembaca adalah satu pesan. Ssuatu cerpen harus
meru[akan satu kesatuan yang menyeluruh.
Secara umum dapat kita simpulkan bahwa cerpen harus
berupa cerita pendek yang bersifat narasi(bukan argumentasi atau analisa), yang
fiktif, (tidak benar-benar telah tejadi, tapi bias terjadi kapan saja), serta
relative pendek. Dari cerita fiktif yang pendek berdasarkan realitas tersebut
hanya mengandung satu kejadian untuk satu efek atau kesan ke pembacanya.
5. Asal Usul Cerita Pendek
Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan
yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti dan karya . Kisah-kisah tersebut
disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi
sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian
singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang
dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru
terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan (Atar: 2000:16).
Pesan-pesan moral di dalamnya konon dianggap oleh
sejarawan Yunani sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama pada
(meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang
dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai . Akan
tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel,
dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali, diartikan sebagai cerita tentang
binatang sebagai pemeran (tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya
Kisah Si Kancil, dan sebagainya (Atar: 2000:25).
Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage,
mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog.
Mite atau Mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan
masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan
legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul
terjadinya suatu tempat.
Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni
anekdot, populer pada masa . Anekdot berfungsi seperti , sebuah cerita
realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari
anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam pada atau . Anekdot
tetap populer di Eropa hingga , ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya
Sir Roger de Coverley diterbitkan (Atar: 2000:33).
Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang
menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan
terbitnya karya dan karya . Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek
yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang
dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah
), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada
akhir , sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah
"novella" kelam yang tragis karya (khususnya dalam terjemahan
Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada
cerita-cerita pendek (Nursito, 1999:11).
Pada pertengahan di Perancis terjadi perkembangan
novel pendek yang diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang
seperti . Pada 1690-an, tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan
yang paling terkenal adalah karya). Munculnya terjemahan modern pertama karya
(dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang
hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa (Nursito, 1999:19).
- Unsur dan Ciri Khas Cerita Pendek
Cerita pendek
cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya
memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang
tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.
Dalam bentuk-bentuk
fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu
dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh
utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik
dan tokoh utama); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan
konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama
dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi
dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau
terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan
moralnya (Asrom, 2007:11).
Karena pendek,
cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai
contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang
lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah
aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek
juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak
cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat
pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni
manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya
(Asrom, 2007:15).
7. Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Jenis
pekerjaan, karir, atau profesi tertentu akan melibatkan kombinasi dari beberapa
macam kecerdasan. Jarang sekali jenis pekerjaan tertentu itu yang hanya
memerlukan satu kecerdasan. Namun, dapat juga dipastikan bahwa jenis pekerjaan
tersebut akan memerlukan satu kecerdasan yang sangat dominan. Sebagai contoh,
jenis pekerjaan wartawan atau penulis, pasti akan memerlukan kecerdasan bahasa.
Selain itu, jenis pekerjaan itu pasti akan memerlukan kecerdasan interpersonal,
yakni satu tipe kecerdasan yang membutuhkan keahlian dalam berkomunikasi dengan
orang lain.
Menurut
Muhibbin Syah (2004:11) kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mempersepsi
dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat;
kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan kemampuan
menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu.
Sedangkan
menurut Mulyasa (2008:159) kecerdasan interpersonal adalah kemapuan untuk
mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Orang dengan
kecerdasan ini senang bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok atau
komite.
Tipe
kecerdasan tidak hanya satu. Setiap orang memiliki gaya belajar yang unik, sama halnya dengan
sidik jari. Oleh karena itu, sekolah yang efektif harus dapat mengenali secara
dini kecerdasan masing-masing peserta didik, dan kemudian memberikan layanan
yang sesuai dengan tipe kecerdasan yang mereka miliki. Peran penting pendidikan
dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal adalah :
a. Mengenalinya secara dini tipe kecerdasan
setiap peserta didik.
b. Memberikan model layanan pendidikan yang
sesuai dengan kecerdasan siswa
c. Mengasah dan mengembangkan kecerdasan semua
peserta didik secara optimal (Slameto, 2003:7).
8. Fungsi Kecerdasan Interpersonal
Fungsi kecerdasan interpersonal merupakan cara yang baik dalam menindak
lanjuti proses pengkayaan keterampilan dan pemahaman materi yang disampaikan di
sekolah. Dari itu kegiatan ini dapat diuraikan fungsi kecerdasan interpersonal
sebagai berikut:
a.
Memberikan kesempatan kepada individu untuk
meningkatkan prestasi belajar yang maksimal.
b.
Memberi kesempatan kepada individu untuk
meningkatkan keterampilan interpersonal.
c.
Memberikan kesempatan kepada tiap individu
sehingga mempunyai keterampilan memecahkan masalah dan membuat keputusan.
d.
Sebagai sarana untuk meningkatkan
keterampilan lain yang dianggap perlu (Fred, 2008:78).
Ada juga yang berpendapat bahwa tujuan kecerdasan
interpersonal adalah :
a.
Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan
para siswa sesuai dengan yang dimuat dalam modul-modul dan melakukan
usaha-usaha materi yang relevan.
b.
Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
siswa tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar
mampu mengembangkan diri sendiri.
c.
Untuk belajar hidup bersama agar nantinya
tidak canggung di dalam masyarakat yang lebih luas.
d.
Memupuk rasa mandiri pada diri siswa (Sudjana,
2009:179).
9. Faktor Penunjang terhadap Kecerdasan
Interpersonal
a. Personalia
Dalam mewujudkan sebuah kesuksesan kecerdasan
interpersonal berhubungan dengan kemampuan untuk bisa mengerti dan menghadapi
perasaan orang lain. Orang-orang ini seringkali ahli berkomunikasi dan pintar
mengorganisasi, serta sangat sosial (Sudjana, 2009:171).
Dengan demikian dapatlah disebutkan kriteria kecerdasan interpersonal
sebagai berikut :
1). Mau bekerja sama dan sama kerja.
2). Berperan aktif dalam mendukung dan membantu
mensukseskan program pembelajaran.
3). Berperan aktif dalam setiap urusan belajar.
4). Menjalankan dan mentaati aturan yang telah
digariskan bersama.
5). Meletakkan urusan kelompok di atas urusan
pribadi.
Dalam mewujudkan kecerdasan interpersonal, maka ditunjang hal-hal
sebagai berikut : adanya kepentingan yang sama, saling mengetahui, adanya
kesadaran untuk mewujudkan kepentingan secara bersama-sama dan ada organisasi
yang menjalin jalannya kerja sama. Lima
hal yang harus diperhatikan dalam menunjang kebersamaan kecerdasan
interpersonal, yaitu:
1). Tempat tinggal anak.
2). Keamanan di dalam
belajar.
3). Interaksi sosial
dari orang tua.
4). Intelegensi dari anak.
5). Sifat-safat lain dari anak, seperti
kepemimpinan dan sebagainya.
b. Program belajar
sangat penting
membangun komonitas belajar sejak awal. Dari situ dapat membangun program
belajar dengan “memberikan tugas yang dikaitkan dengan pengenalan, tujuan,
manfaat bagi pembelajar, atau penilaian pengetahuan” (Slameto, 2003:18). Maka
program belajar adalah kegiatan yang dilakukan dengan bersama-sama sesuai
dengan kesepakatan bersama. Dari ini dapatlah diuraikan beberapa kegiatan
sebagai berikut :
1). Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru
Tugas yang diberikan guru untuk dikerjakan
di luar jam-jam sekolah adalah suatu wadah dalam menjaga kesinambungan anak
dalam belajar. Dalam hal ini guru selalu memberi jalan atau yang terbaik bagi
seluruh anggota kelas untuk diselesaikan.
2). Mengadakan
diskusi kelompok.
Diskusi kelompok yang dilaksanakan dalam
rangka internalisasi pelajaran dalam sekolah menjadi penunjang dalam memahami
dan mengembangkan pemahaman terhadap pelajaran.
3). Tanya jawab mengenai pelajaran.
Tanya jawab tentang materi pelajaran
sangat membantu dalam penguasaan
pelajaran. Dengan metode ini anak lebih mampu dalam penguasaan materi secara
individu dan mencapai kecerdasan interpersonal (Sudjana, 2009:35).
c. Sarana dan Prasarana Belajar
Yang dimaksud dengan
sarana prasarana adalah semua cara dan perlengkapan/peralatan yang digunakan
oleh siswa dalam belajar untuk menunjang proses belajar yang ia lakukan agar
mencapai tujuan secara maksimal.
Ada dua macam sarana dan prasarana, yaitu :
1). Sarana fisik adalah sesuatu yang membekas
dalam kemampuan akal fikiran melalui proses pengindraan. Seperti; peralatan
mengajar, gambar, peta, globa, laboratorium, meja, bangku, papan tulis dan
sebagainya.
2). Sarana non fisik
adalah suatu proses yang membekas dalam kemampuan akal fikiran lewat lafadz/kalimat.
Seperti persiapan mental dalam pelaksanaan kegiatan (Poerwanto, 1990:12).
d. Lingkungan Belajar
Dalam kegiatan belajar
lingkungan menempati posisi sangat penting, karena dari situlah akan terjadi
semangat dan gaerah dalam belajar. “Proses belajar terjadi karena
perangsang-perangsang dari luar” (Poerwanto, 1990:86). Maka dari itu, para ahli
pendidikan mencari akal bagaimana menciptakan suasana khusus yang menunjang
kegiatan belajar kelompok yang cocok dan menyenangkan.
Sebelum membahas
tentang lingkungan belajar, penulis akan mengemukakan tentang pengertian
lingkungan. Menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) yang dikutip oleh
Purwanto, yang dimaksud dengan lingkungan (environment) menurutnya ialah
meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu
mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life
processes kita kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang
sebagai menyiapkan lingkungan bayi gen yang lain (Slameto, 2003:21).
Menurut definisi di
atas, ternyata di dalam lingkungan kita atau di sekitar kita tidak hanya
terdapat beberapa faktor pada satu saat, tetapi terdapat banyak faktor yang
setiap saat dapat mempengaruhi kita. Akan tetapi lingkungan kita yang aktual
(yang sebenarnya) hanyalah faktor-faktor dalam sekeliling kita yang benar-benar
mempengaruhi kita.
Menurut Sartain yang
dikutip oleh Purwanto, bahkan lingkungan itu dapat dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu :
1). Lingkungan alam atau luar (external or
physical environmrnt).
Yang dimaksud dengan lingkungan luar ialah
segala sesuatu yang ada di dunia ini yang bukan manusia.
2). Lingkungan dalam (internal environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan dalam
ialah segala sesuatu yang tidak termasuk dalam lingkungan luar dan ia ada dalam
diri kita.
3). Lingkungan sosial/masyarakat (social
environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan
sosial/masyarakat ialah semua orang/manusia yang lain yang mempengruhi kita.
Ada beberapa langkah dalam menciptakan lingkungan yang
optimal dan kondusif untuk melaksanakan kegiatan belajar, yaitu :
1). Perabotan ruangan dengan penataannya.
2). Pencahayaan dan penerangan ruang tempat
belajar.
3). Kalau perlu dengan adanya iringan musik.
4). Visual, poster, gambar, papan pengumuman yang
dibutuhkan.
5). Penempatan persediaan dan kelengkapannya.
6). Temperatur udara.
7). Tanaman dan penyejuk ruang.
8). Semua perlengkapan yangmembuat nyaman suasana.
Dengan adanya pengaruh
dari lingkungan belajar, maka siswa dituntut untuk senantiasa berusaha
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dalam artian; mengubah diri sesuai
dengan keadaan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan
(keinginan) diri yang kemudian lingkungan tersebut dapat menjadi suatu yang
sangat berharga dalam proses belajar.
e. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Belajar
Waktu belajar adalah
waktu yang digunakan oleh siswa untuk belajar. Waktu dalam kaitannya dengan
belajar dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu : pagi, siang, sore
dan malam.
Dengan tersedianya
waktu yang sangat luas dan ditambah dengan padatnya kegiatan, maka seorang pelajar
dituntut untuk mengatur waktu seefektif dan seefesien mungkin. Kewajiban bagi
pelajar adalah menyusun jadwal kegiatan harian, mingguan adalah sangat penting.
Dari berbagai macam
kegiatan dalam sekolah, dari kegiatan intra, ekstra, maka pembagian dan
penataan jadwal kegiatan belajar kelompok sangat menunjang dilihat dari segi
penggunaannya alokasi waktu yang tersedia dan intensitas penggunaannya.
10. Tugas Guru dalam Membentuk
Kecerdasan Interpersonal
Guru memiliki banyak
tugas, baik yang terkait dengan dinas atau di luar dinas, dalam bentuk
pengabdian ada tiga jenis tugas guru :
a. Tugas dalam bidang profesi
1). Mendidik, yaitu
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.
2). Mengajar, yaitu meneruskan dan mengajarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
3). Melatih, yaitu mengembangkan keterampilan dan
penerapannya.
b. Tugas kemanusiaan.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di
sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Sebagai seorang
guru ia harus menarik simpati sehingga menjadi idola siswanya. Bila seorang
guru berpenampilan tidak menarik, maka kegagalan pertama tidak akan menanamkan
benih pengajarannya kepada para siswanya karena siswa enggan menghadapinya
(Usman, 2001:6).
c. Tugas dalam bidang kemasyarakatan.
1). Mendidik dan mengajar
masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila.
2). Mencerdaskan bangsa Indonesia
Menurut Adams dan
Decey yang dikutip oleh Usman (2001:26) bahwa guru dalam proses belajar
mengajar meliputi banyak hal, yaitu :
a.
Sebagai
fasilitator, yang mempunyai tanggung jawab untuk melayani dan menyediakan
seluruh kebutuhan belajar dari segi sarana dan prasarana.
b.
Sebagai
inspirator, yang mempunyai tanggung jawab memberi gagasan atau ide untuk
kemudian dikembangkan sesuai dengan program kelompok.
c.
Sebagai
konsultan, yang mempunyai tanggung jawab untuk melayani anak dalam hal-hal yang
bersangkutan dengan materi yang dipelajari.
d.
Sebagai
moderator, yang mempunyai tanggung jawab untuk menampung segala permasalahan
yang terjadi dalam kelompok, kemudian dipecahkan secara menyeluruh.
e.
Sebagai
organisator, yang mempunyai tanggung jawab untuk melakukan perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
f.
Sebagai
supervisor, yang bertanggung jawab untuk memantau, meneliti kegiatan belajar,
kemudian memberi pengarahan dan bimbingan terhadap kesalahan yang dilakukan
dalam kelompok tersebut.
g.
Sebagai
motivator, yang bertanggung jawab untuk memberi semangat dalam menggali potensi
dan kemampuan yang dimiliki sampai prestasi yang diinginkan.
H. Metode Penelitian
1. Subjek
Penelitian
Subjek penelitian
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs. Miftahul Ulum Aengdake
Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 29
siswa, dengan rincian laki-laki 13 siswa dan perempuan 16 siswi.
2. Desain
Penelitian
Penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengelolaan, penyajian dan
analisis data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan
suatu persoalan atau menguji hipotesis.
Untuk itu sebelum melaksanakan suatu penelitian terlebih dahulu harus
dirumuskan rancangan penelitian dengan baik, kemudian dilanjutkan dengan
mengoperasionalkan rancangan tersebut sesuai dengan rencana.
Seperti dikemukakan di atas bahwa penelitian ini dirancang dengan
menggunakan pendekatan Peneltian Tindakan Kelas yaitu suatu penelitian dimana
pengawas sekolah dibantu guru (mitra peneliti) dapat meneliti sendiri terhadap
praktek pembelajaran yang dilakukaan di kelas. Dengan penelitian tindakan kelas
peneliti dapat melakukan penelitiah terhadap siswa dilihat dari aspek
interaksinya dalam proses pembelajaran.
Secara filosofis konsep class room action reseach berpijak pada praktek
penelitian karena menekankan pada aksi nyata untuk memperbaiki berbagai
persoalan kongkrit dan praktis dalam peningkatan pembelajaran di kelas yang
dialami langsung dalam berinteraksi antara guru dengan siswa yang sedang
belajar. Sehingga dapat dikatakan dengan melakukan penelitian tindakan kelas,
peneliti dapat memperbaiki pembelajaran lebih efektif. Sedangkana model yang
dipilih untuk digunakan oleh peneliti adalah model kemmis dan Taggart.
Banyaknya siklus dalam suatu penelitian tindakan kelas tergantung dari
permasalahan yang perlu di pecahkan. Jika suatu penelitian tindakan kelas
dikaitkan dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran dengan sendirinya
jumlah siklus untuk setiap mata
pelajaran melibatkan lebih dari dua siklus, akan tetapi jika dikaitkan
dengan mata pelajran pada pokok bahasan tertentu mungkin saja hanya melibatkan
satu siklus sudah dapat menyelesaikan masalah.
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan
yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan
pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan
atau hasil belajar pserta didik, dan atau implementasi sesuatu program sekolah.
Adapun tahapan-tahapan siklus penelitian yang peneliti akan lakukan adalah
sebagai berikut :
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan siklus I diawali dengan refleksi terhadap hasil
belajar siswa, mengidentifikasi masalah, menganalisa masalah dan mencari
alternatif pemecahan masalah. Dari hasil tersebut, kegiatan yang dilakukan
adalah:
- Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) siklus I yang difokuskan pada perencanaan langkah-langkah
perbaikan atau skenario tindakan yang diharapkan dapat mengatasi masalah
pembelajaran dan meningkatkan kualitas proses dan belajar siswa.
- Menyiapkan materi bahasa
Indonesia dalam menulis cerita
- Menyiapkan intrumen pengumpulan
data yaitu :
a)
Lembar penilaian kemampuan menulis cerita
b)
Lembar evaluasi / tes akhir tingkat ketuntasan
siswa
b. Rencana Tindakan
Tindakan yang dilakukan adalah :
- Mengembangkan materi pelajaran
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
- Menekankan siswa mempelajari dan
memahami makna dan konsep yang dipelajari
- Guru menjelaskan tentang menulis
cerita terhadap siswa
c. Observasi
Dalam penelitian ini observasi dilakukan berpedoman pada lembar observasi.
Observasi dilakukan terhadap sejauh mana siswa dalam menulis cerita.
d. Refleksi
Dalam tahap ini peneliti bersama dengan guru lainya melakukan analisis
terhadap hasil-hasil yang telah dicapai, hambatan dan dampak perbaikan
pembelajaran terhadap guru dan siswa terhadap siklus I.
Refleksi tersebut dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari catatan hasil observasi, hasil evaluasi dalam
proses dan akhir pembelajaran. Dari hasil refleksi ini selanjutnya digunakan
sebagai dasar perbaikan pembelajaran pada siklus II.
3. Teknik
Analisis Data
Untuk menganlisa data penelitian ini ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Observasi
Adapun
pedoman lembar observasi sebagaimana adalah sebagaimana berikut :
FORMAT LEMBAR OBSERVASI SUBJEK YANG DIPERHATIKAN SECARA INTENSIF DALAM
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Sub Pokok
Bahasan :…………………………
Observer :…………………………
Hari / Tanggal :…………………………
Petunjuk :
1.
Berilah
cek (√) pada kolom yang telah tersedia sesuai dengan pengamatan anda pada saat
peneliti melaksanakan pembelajaran dan berilah komentar atau catatan sesuai
dengan indicator yang telah ditentukan.
2.
Masing-masing
indicator terdiri dari 5 diskriptor. Adapaun pedoman kelima diskriptor adalah
sebagai berikut :
Skor 5 untuk diskriptor A
Skor 4 untuk diskriptor B
Skor 3 untuk diskriptor C
Skor 2 untuk diskriptor D
Skor 1 untuk diskriptor E
No
|
INDIKATOR
|
DISKRIPTOR
|
CATATAN/
KOMENTAR
|
||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
|||
1
2
3
4
5
6
7
|
Keaktivan subjek melakukan
perencanaan
Subjek mampu berperan
aktif dalam perencanaan
Subjek aktif berkreasi
dalam menulis cerita
Subjek aktif dalam
menyelesaikan tugas
Subjek berani
mengungkapkan pertanyaan jika memiliki
suatu hak yang tidak dimengerti
Subjek bisa dijadikan
model/contoh bagi siswa yang lain
Subjek mampu menarik
kesimpulan dari hasil pembelajaran
|
|
|
|
|
|
|
1) Test
Sementara tes yang digunakan adalah tes obyektif pilihan ganda terdiri atas 20
butir soal. Aspek yang diukur melalui instrumen penelitian adalah memahami : 1)
kerangka cerita, 2) Penggunaan kata dan 3) alur cerita. Untuk lebih jelasnya
dapat kita lihat pada kisi-kisi instrumen penelitian berikut :
Tabel 2
Tes Kemampuan Menulis Cerita
Pendek
No
|
Kompetensi
|
Indikator
|
Kisi-kisi soal
|
1
|
Mengungkapkan
pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis cerita
|
1. Mampu menyusun kerangka cerita pendek
|
Objektif
|
2. Mampu
menggunakan kata-kat dengan baik dalam cerita pendek
|
Objektif
|
||
3. Mampu
menyusun alur cerita dengan benar
|
Objektif
|
Dalam tes kemampuan menulis cerita pendek menggunakan tugas menulis,
maka peneliti menggunakan lembar penilaian sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 3
Lembar penilaian
No
|
Nama Siswa
|
Kriteria
penilaian menulis cerita pendek
|
||
Kerangka cerita
|
Penggunaan
kata
|
Alur
|
||
1
|
Jefriyadi
|
|
|
|
2
|
Moh.
Siddik Abrori
|
|
|
|
3
|
Imam
Sa’di
|
|
|
|
4
|
Wanda
Abdillah
|
|
|
|
5
|
Fais
Hamdan
|
|
|
|
6
|
Moh.
Anwar Anas
|
|
|
|
7
|
Fathorrahman
|
|
|
|
8
|
Moh.
Khaliq
|
|
|
|
9
|
Abd
Aziz
|
|
|
|
10
|
Moh.
Hakiki
|
|
|
|
11
|
Ainurroziqin
|
|
|
|
12
|
Nur
Hasanah
|
|
|
|
13
|
Sofwatul
Khoiriyah
|
|
|
|
14
|
Fatiyatur
Rahmah
|
|
|
|
15
|
Luluk
Afifah
|
|
|
|
16
|
Nur
Jazilah
|
|
|
|
17
|
Sulfatul
Na’imah
|
|
|
|
18
|
Widayanti
|
|
|
|
19
|
Indah
Husnul Khatimah
|
|
|
|
20
|
Sitti
Muti’ah
|
|
|
|
21
|
Anis
Sulalah
|
|
|
|
22
|
Anis
Sofi Wardani
|
|
|
|
23
|
Fatihatun
Nasirah
|
|
|
|
24
|
Indah
Rahmatillah
|
|
|
|
25
|
Sitti
Nur Halizah
|
|
|
|
26
|
Imro’atul
Mafruhah
|
|
|
|
Jumlah nilai
|
|
|
|
|
Nilai rata-rata kelas
|
|
|
|
|
Persentase ketuntasan klasikal
|
|
|
|
H. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No
|
Kegiatan
|
Juli
|
September
|
Oktober
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Pengajuan
Proposal
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Perbaikan
Proposal
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Seminar
Proposal
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Penyusunan
Instrumen
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pelaksanaan
Penelitian
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
|
6
|
Analisis
Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
7
|
Penulisan
Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
maaf om mau nanya apa nama buku tentang pendekatan interpersonal ini makasih
BalasHapusmaaf om mau nanya apa nama buku tentang pendekatan interpersonal ini makasih
BalasHapus